DUMAI - Belum hilang dari ingatan seputar kejadian naas tewasnya 2 (dua) Crew/kru kapal Tugboat Bahtera 7 dan Tongkang BG Jeems Transport saat hendak melakukan pembersihan Palka kapal yang tengah sandar di Dermaga Pelindo Dumai.
Kejadian mengerikan yang merenggut nyawa dua ABK Tugboat Bahtera 7 dan Tongkang BG Jeems Transport ini yakni Iskandar Rambe sebagai Chief Officer dan Fauzi Handoko sebagai anak buah kapal terjadi Kamis (27/4/2023) lalu sekitar pukul 15.00 Wib.
Atas kejadian naas ini, Nakhoda Kapal Tugboat Bahtera 7 dan Tongkang BG Jeems Transport, Nelson Harianja alias Nelson bin Roketua Harianja (38) merupakan warga Muaro Jambi ini dinilai paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut sehingga Nelson Harianja dijadikan sebagai tersangka hingga terdakwa di Pengadilan Negeri Dumai.
Dalam kasus ini, Nelson Harianja didakwa akibat kelalaiannya mengakibatkan dua anak buahnya atau Crew kapal Tugboat BG Jeems Transport meninggal dunia, oleh karena itu hakim PN Dumai memutus bersalah Nelson Harianja.
Hakim Mery Donna Tiur Pasaribu SH MH sebagai hakim ketua yang juga Wakil Ketua PN Dumai dalam Amar putusan dibacakan di ruang sidang PN Dumai Kelas IA menyatakan terdakwa Nelson Harianja alias Nelson Bin Roketua Harianja, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MATI"
Oleh karena itu, hakim Mery Donna Tiur Pasaribu dibantu hakim Hamdan Saripudin SH dan Nurafriani Putri SH sebagai hakim anggota dengan Panitera Pengganti (PP), Parlianto, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nelson Harianja alias Nelson bin Roketua Harianja dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.
Putusan pidana yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa Nelson Harianja lebih rendah dari tuntutan JPU Kejari Dumai Tabah Santoso SH MH.
Sebelumnya Jaksa Tabah Santoso SH MH, juga menuntut bersalah hukuman pidana bagi terdakwa Nelson Harianja dalam perkara nomor : 211/Pid.B/2023/PN.Dum ini, sehingga Jaksa Tabah Santoso menuntut Nelson Harianja dengan tuntutan 1 tahun penjara.
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Dumai, Senin (4/9/2023), kasus ini berawal pada hari Kamis 27 April 2023, dimana terdakwa selaku Kapten Kapal (Nahkoda) merupakan salah seorang dari Awak Kapal menjadi pemimpin tertinggi di kapal yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab membawa kapal sampai tujuan.
Nahkoda memastikan keselamatan crew kapal/Awak Kapal dan angkutan di atas kapal, yakni Tug Boat Bahtera 7 dan tongkang BG Jeems Tansport yang mana kapal tersebut terdiri dari 1 (satu) orang Nahkoda, 6 (enam) orang anak buah kapal (ABK) atas nama Alfri Noveldi Sirait alias Sirait, Saipul Amri alias Seken, Agustian alias Bas, Oky Anggara Silalahi alias Oki, Novian Mahendra Nasution, Iskandar Rambe, dan 1 (satu) orang tidak terdaftar dalam Crew List kapal yakni Fauzi Handoko Alias Koko.
Awal kejadian naas itu, terdakwa meminta ISKANDAR RAMBE selaku Chief Officer (selanjutnya disebut korban I) untuk membuka mainhole/penutup lubang lambung tongkang BG. Jeems Transport (selanjutnya disebut mainhole) yang sedang sandar dan bongkar muatan berupa cangkang sawit di Pelabuhan Pelindo Dermaga A Dumai dengan tujuan akan mengambil sisa-sisa inti sawit dan cangkang sawit yang terjatuh ke dalam lambung tongkang sekaligus membersihkan lambung tongkang akibat kebocoran pada lantai lambung tongkang pada muatan sebelumnya.
Selanjutnya korban I bersama dengan saksi NOVIAN MAHENDRA dan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT membuka mainhole dengan menggunakan kunci pembuka baut mainhole dan palu disaksikan oleh terdakwa, setelah mainhole terbuka tercium bau sangat menyengat yang keluar dari dalam lambung tongkang dan mengatakan "Bagaimana kita ngerjakan ini?".
Sambil meminta saksi NOVIAN MAHENDRA dan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT untuk mengambil goni (karung), ember dan tali di kapal Tug Boat Bahtera 7, kemudian FAUZI HANDOKO Alias KOKO (selanjutnya disebut korban II) datang mendekati mainhole yang sudah terbuka dan mencoba masuk ke dalam lambung tongkang.
Namun hanya sampai turun 2 (dua) anak tangga dan langsung naik kembali sambil mengatakan "Ini betul capt, gak bisa turun", terdakwa kemudian menjauh dari lubang lambung tongkang sekitar 3 (tiga) meter datanglah korban I membuka baju dan mengatakan "Nafas kalian apa", tanpa dilengkapi dengan pelindung dan alat keselamatan langsung masuk tanpa ada dicegah/dilarang oleh terdakwa ke dalam lambung tongkang menggunakan anak tangga turun ke bawah.
Tdak lama kemudian korban I tidak tahan dan berusaha menaiki tangga untuk keluar dari dalam lambung tongkang, sampai pada anak tangga ketiga korban I terjatuh dan tidak sadarkan diri, kemudian korban II mengatakan kepada terdakwa "Capt, Chip pingsan" dan terdakwa menjawab "bantu bantu tolong tolong!";
Selanjutnya terdakwa ketika melihat korban I terjatuh dan tidak sadarkan diri di dasar lambung tongkang, terdakwa langsung berteriak meminta tolong dan saat itu masuk korban II ke dalam lambung tongkang bersama dengan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT dengan tidak dilengkapi pelindung diri dan alat keselamatan tanpa dicegah/dilarang oleh terdakwa.
Setelah sampai dasar lambung tongkang korban II dan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT merasa pusing dan penglihatan mulai berputar dan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT mengatakan kepada korban II "Bang, aku naik ke atas sambil ambil tali", dan pada saat sampai dimulut lubang lambung tongkang, saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT tidak sadarkan diri dan korban II yang posisi masih di dasar lambung tongkang juga jatuh tidak sadarkan diri.
Sementara mengetahui korban II juga jatuh pingsan tidak sadarkan diri di dasar lambung tongkang, terdakwa berteriak meminta tolong dan berlari ke dermaga mencari bantuan dan bertemu dengan saksi AGUSTIAN selaku kepala kamar mesin dan terdakwa mengatakan "Bas. bas. Chip sama koko pingsan", kemudian terdakwa memerintahkan saksi AGUSTIAN untuk memanggil security pelabuhan.
Selanjutnya terdakwa kembali ke lubang lambung tongkang dan meminta saksi SAIPUL AMRI untuk mengambil botol oksigen dan kemudian terdakwa ikat dengan tali dan terdakwa semprotkan oksigen tersebut dengan cara diulur dari mulut lubang tongkang ke dasar lambung tongkang.
Namun karena tabung oksigen bergoyang-goyang dan tidak tepat sasaran, kemudian terdakwa menarik kembali tabung oksigen naik ke atas dan berinisiatif mengikat badannya dengan tali dan turun ke dasar lambung tongkang, kemudian memerintahkan saksi NOVIAN MAHENDRA dan saksi ALFRI NOVELDI SIRAIT untuk menurunkan tabung oksigen, kemudian terdakwa sampai di dasar lambung tongkang merasa lemas, dan memberikan kode kepada para saksi untuk menarik terdakwa naik ke atas, dan sesampainya di luar lambung tongkang, terdakwa sudah tidak sadarkan diri.
Oleh karena terdakwa mengetahui lambung tongkang merupakan ruangan kedap udara/minim oksigen dan untuk masuk ke dalam lambung tongkang minimal posisi mainhole telah terbuka beberapa jam untuk sirkulasi masuknya udara/oksigen, akan tetapi terdakwa tidak melarang para korban untuk masuk ke dalam lambung tongkang.
Kemudian ABK juga tidak memiliki sertifikasi untuk bekerja pada ruang kedap udara/minim oksigen, dan juga alat pelindung dan keselamatan juga tidak tersedia di kapal yang terdakwa nahkodai, padahal terdakwa seharusnya mengutamakan keselamatan kerja (safety first) Crew kapal.
Atas peristiwa itu, kemudian korban I dan korban II dilakukan evakuasi oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) Unit Siaga SAR Dumai selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dumai dan kemudian dinyatakan kedua korban telah meninggal dunia. (Ferdian)