MERANTI - Pembabatan hutan bakau atau mangrove dengan berbagai alasan jelas melanggar ketentuan perundangan. Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, di antaranya diatur larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.
"Maraknya pembabatan mangrove yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, harus diusut dan dipidanakan," kata Ketua DPC GWI Kepulauan Meranti, Kamis (13/07/2023).
Larangan pembabatan bakau ditepi laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, dan diatur masalah pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Jamaludin mengatakan, sejumlah hutan bakau yang ada di sepanjang pesisir pantai di 9 Kecamatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti semakin hari semakin gundul akibat eksploitasi sumber daya alam yang didasari atas keserakahan cukong yang tidak bertanggung jawab dan di duga berlindung dibalik Koperasi.
"Diprediksi ribuan ton setiap tahunnya hasil pembakaran kayu bakau ini (arang bakau) di Panglong Arang di jual oleh sekelompok cukong tersebut ke negeri jiran Malaysia melalui importir Koperasi SILVA, jelas hal ini telah melanggar undang-undang yang berlaku" ucap Jamaludin.
Lanjut Jamaludin, dirinya kecewa dengan apa yang terjadi karena belum lama Bapak Presiden RI, Jokowi, mengunjungi Kabupaten Bengkalis dan Kepri menggelar penanaman bakau untuk melestarikan kembali hutan bakau namun di Kepulauan Meranti bakau dibabat secara liar.
"Sangat disayangkan, belum lama Bapak Presiden Jokowi berkunjung ke Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Kepri gelar tanam bakau untuk melestarikan kembali hutan bakau namun di Kepulauan Meranti bakau dibabat secara liar," tutur Jamaludin.
Ditambahkan lagi, Jamaludin berharap Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kehutanan mengusut dan memidanakan apabila jelas terbukti adanya pelanggaran undang-undang yang berlaku.
"Seperti yang kita ketahui, bahwa manfaat hutan bakau dapat melindungi dari resiko abrasi. Selain itu, hutan bakau juga memiliki manfaat sebagai tempat hidup biota laut, dan sebagai penyerap karbon dioksida. Jika hutan bakau rusak, rusaklah fungsi ekosistem tersebut, untuk itu kami berharap Pemerintah Daerah dengan dinas terkait agar mengusut dan memidanakan pelanggaran pembabatan mangrove jika terbukti melanggar undang-undang yang berlaku," harap Jamaludin.
Tak hanya itu, Jamaludin menegaskan akan melaporkan secara resmi serta menggelar aksi jika hal yang menjadi menjadi keresahan di masyarakat tersebut didiamkan dan terus berlanjut.
"JIka hal ini masih saja tetap didiamkan, kami akan membentuk massa Pemerhati Lingkungan Riau dan menggelar aksi agar hal yang menjadi keresahan ini bisa teratasi," tegas Jamaludin
Ditempat terpisah, saat dihubungi awak media melalui sambungan WhatsApp, (S) salah seorang masyarakat Kepulauan Meranti membenarkan hal tersebut.
S mengatakan, aktivitas tersebut sudah lama beroperasi, dirinya juga mengatakan bahwa masyarakat khawatir jika hal tersebut terus berlanjut akan menyebabkan hal buruk yang tidak diinginkan.
"Aktivitas ini sudah lama beroperasi sampai sekarang masih berlanjut, kami khawatir jika bakau di tebang terus, banyak dampak negatif dari aktivitas ini salah satunya abrasi, kami berharap hal ini bisa segera ditindak," ungkap S. (Tim)