PEKANBARU - Silaturahim yang terangkai dalam Idul Fitri oleh pengurus Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dengan Rajo Dubalai Pucuk Andiko 44 dan perangkat adat lainnya di Muara Takus, Kampar, Kamis (5/5), diwarnai dialog budaya yang menarik. Setelah dijamu makan siang, mereka bersama-sama mengunjungi balai adat dan kompleks percandian Muara Takus. Perbincangan dilanjutkan di rumah Sekretaris Umum (Sekum) Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Kampar, Fakhrul Kamal, sampai senja.
Hadir juga dalam kesempatan tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Riau Raja Yoserizal Zen. Sedangkan dari LAMR, tampak Ketua Umum DPH Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, Sekum DPH Datuk Jonaidi Dassa, Sekum Majelis Kerapatan Adat (MKA) Datuk Alang Rizal, Sekretaris DPH Datuk Fadli, yang didampingi Ketum MKA Kampar Datuk Seri Raylus Nurdin.
Rajo Dubalai Pucuk Andiko 44, Datuk Abdul Malik, mengatakan, saat sekarang tidak pada waktunya lagi melihat perbedaan antara Melayu Riau pesisir dengan Melayu Riau daratan, apalagi mempertentangkannya. Sebab persamaannya terlalu banyak, sementara perbedaannya hanya keragaman semata. Apalagi adat pada dua kawasan diikat oleh Islam sebagaimana disebut dalam ungkapan bahwa adat bersandi syarak, sedangkan syarak bersandikan kitabullah.
Oleh karena itu, ia menilai, LAMR dapat menjadi perangkai keberagaman tersebut terutama dalam menyuarakan kebijakan pembangunan bidang adat kepada pemerintah daerah. Selain itu dapat menjadi penghubung ihwal pembangunan bidang adat antar kabupaten/ kota di Riau.
Ketum DPH LAMR Taufik Ikram Jamil yang baru dikukuhkan Datuk Seri Setia Amanah Gubernur Riau Syamsuar pekan lalu, menyambut baik pernyataan Datuk Abdul Malik itu, sehingga berkesimpulan bahwa mereka berada dalam satu visi. Dengan demikian, visi tersebut harus diisi dengan kegiatan nyata yang terfokus langsung pada pembangunan adat. Hal tersebut bukan berarti mengenepikan bidang lain seperti ekonomi dan politik, tetapi keduanya bukan jalur utama dan tujuan adat.
Di sisi lain, Andiko 44 merupakan bagian penting dari LAMR. Pasalnya, datuk-datuk dari Kampar juga ikut mendirikan LAMR tahun 1970. Apalagi sebagai pewaris Kedatuan Sriwijaya, kawasan ini merupakan teraju peradaban Melayu, kemudian bergerak Palembang, Bintan, Inderagiri, Kuantan, Singapura, Melaka, Johor, Lingga, dan Siak, selain sejumlah tempat semacam Pelalawan serta Rolkan. “Jadi, kita berada dalam satu garis kebersamaan sejak lama dan tentu harus dilanjutkan,” kata Taufik yang sudah menulis 20-an buku kebudayaan itu.
Mengenai peran LAMR, Datuk Seri Taufik menjelaskan, bahwa sejak awal lembaga terebut dimaksudkan tidak mencampuri keragaman adat masing-masing kawasan. LAMR berada pada tataran gerakan bersama-sama untuk kemajuan daerah ini di bidang keragaman adat. “Pendiri LAMR, Gubernur Arifin Achmad, mengharapkan kita memunculkan pemikiran-pemikran maupun gagasan adat untuk menopang pembangunan Riau,” katanya. (***)